Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama

Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama

Selama karir politik saya dari mendaftarkan diri berprofesi anggota partai kontemporer, berprofesi ketua cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti Pemilu, kampanye pemilihan Bupati, bahkan sampai Gubernur, ada ayat yang cocok yang saya begitu kenal digunakan akan memecah belah rakyat, dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang keragemarn “roh kolonialisme”.

Ayat ini sengaja disebarkan dengan oknum-oknum elit, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berupaya berlindung dibalik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep “seiman” memilihnya.

Dari oknum elit bahwa berlindung dibalik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Almaidah 51. Isinya, melarang rakyat, menabalkan kaum Nasrani maka Yahudi menjadi pemimpin mereka, bersama tambahan, jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin. Intinya, mereka mengajak agar memilih pemimpin ketimbang kaum bahwa seiman.

Padahal, setelah saya perbahasankan kepada teman-teman, ternyata ayat ini diturunkan pada saat adanya orang-orang muslim nan ingin membunuh Nabi gendut Muhammad, lewat cara menciptakan koalisi lewat kelompok Nasrani bersama Yahudi di ajang itu. Jadi, jelas, bukan dalam rangka memilih kepala pemerintahan, karena di NKRI, kepala pemerintahan, bukanlah kepala agama/Imam kepala. Bagaimana lewat oknum elit nan berlindung, dibalik ayat suci agama Kristen? Mereka menggunakan ayat disurat Galatia 6:10. Isinya, semasih kita masih ada kesempatan, marilah kita berbuat tidak bohong kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

Saya tidak acuh apa yang digunakan oknum elit dempet Bali yang beragama Hindu, atau yang beragama Budha. Tetapi saya berkeyakinan, intinya, pasti, jangan memilih yang beragama lain atau suku lain atau golongan lain, apalagi yang ras nya lain. Intinya, pilihlah yang seiman/sesama kita (suku, agama, ras, dan antar golongan). Mungkin, ada yang lebih kasar lagi, pilihlah yang sesama kita manusia, yang lain bukan, karena dianggap kafir, atau najis, atau binatang!